Jumat, 10 Desember 2010

cinta...manusia

cinta..
manusia...
suatu rasa dimana kita, dia antara dua dunia..
bahagia sengsara..
ketika bintang disana dan bara api dipelupuk mata..
dimana kita diombang-ambing lautan dunia...
suatu harta dimana kita bisa kaya,,,cinta...
suatu problema disaat kita tak bisa menafsirkan syair demi syair cinta...
aku manusia biasa menginginkankan cinta seperti adam dan hawa...
kurasa jika benar adanya serasa ku kuasai jagat raya...
cinta...
cinta...
kau bisa hubungkan rasi-rasi bintang yang jauh disana....
serasa seerat cintaku kepadanya....

..kau yang jauh. . .

rembulan malam ini sangat terang menyinari hatiku..
indahnya bintang dilangit seakan membuat resah hatiku..
resah karena dirimu yang jauh dari diriku...
ingin ku memeluk mu walau itu hanyalah khayalanku...
sampai dirimu mengerti bahwa aku disini benar-benar merindukanmu...

..ayah maafkan aku....

Sepasang suami isteri - seperti pasangan lain di kota-kota besar meninggalkan anak-anak diasuh pembantu rumah sewaktu bekerja. Anak tunggal pasangan ini, perempuan cantik berusia tiga setengah tahun. Sendirian ia di rumah dan kerap kali dibiarkan pembantunya karena sibuk bekerja di dapur.

Bermainlah dia bersama ayun-ayunan di atas buaian yang dibeli ayahnya, ataupun memetik bunga dan lain-lain di halaman rumahnya.

Suatu hari dia melihat sebatang paku karat. Dan ia pun mencoret lantai tempat mobil ayahnya diparkirkan, tetapi karena lantainya terbuat dari marmer maka coretan tidak kelihatan. Dicobanya lagi pada mobil baru ayahnya. Ya... karena mobil itu bewarna gelap, maka coretannya tampak jelas. Apalagi anak-anak ini pun membuat coretan sesuai dengan kreativitasnya.

Hari itu ayah dan ibunya bermotor ke tempat kerja karena ingin menghindari macet. Setelah sebelah kanan mobil sudah penuh coretan maka ia beralih ke sebelah kiri mobil. Dibuatnya gambar ibu dan ayahnya, gambarnya sendiri, lukisan ayam, kucing dan lain sebagainya mengikut imaginasinya. Kejadian itu berlangsung tanpa disadari oleh si pembantu rumah.

Saat pulang petang, terkejutlah pasangan suami istri itu melihat mobil yang baru setahun dibeli dengan bayaran angsuran yang masih lama lunasnya. Si bapak yang belum lagi masuk ke rumah ini pun terus menjerit, "Kerjaan siapa ini !!!" ....

Pembantu rumah yang tersentak dengan jeritan itu berlari keluar. Dia juga beristighfar. Mukanya merah padam ketakutan lebih2 melihat wajah bengis tuannya. Sekali lagi diajukan pertanyaan keras kepadanya, dia terus mengatakan ' Saya tidak tahu..tuan." "Kamu dirumah sepanjang hari, apa saja yg kau lakukan?" hardik si isteri lagi.

Si anak yang mendengar suara ayahnya, tiba-tiba berlari keluar dari kamarnya. Dengan penuh manja dia berkata "DIta yg membuat gambar itu ayahhh.. cantik ...kan!" katanya sambil memeluk ayahnya sambil bermanja seperti biasa. Si ayah yang sudah hilang kesabaran mengambil sebatang ranting kecil dari pohon di depan rumahnya, terus dipukulkannya berkali2 ke telapak tangan anaknya. Si anak yang tak mengerti apa apa menagis kesakitan, pedih sekaligus ketakutan. Puas memukul telapak tangan, si ayah memukul pula belakang tangan anaknya.
Sedangkan Si ibu cuma mendiamkan saja, seolah merestui dan merasa puas dengan hukuman yang dikenakan.

Pembantu rumah terbengong, tidak tahu harus berbuat apa... Si ayah cukup lama memukul-mukul tangan kanan dan kemudian ganti tangan kiri anaknya. Setelah si ayah masuk ke rumah diikuti si ibu, pembantu rumah tersebut menggendong anak kecil itu, membawanya ke kamar.

Dia terperanjat melihat telapak tangan dan belakang tangan si anak kecil luka-luka dan berdarah. Pembantu rumah memandikan anak kecil itu. Sambil menyiramnya dengan air, dia ikut menangis. Anak kecil itu juga menjerit-jerit menahan pedih saat luka2nya itu terkena air. Lalu si pembantu rumah menidurkan anak kecil itu. Si ayah sengaja membiarkan anak itu tidur bersama pembantu rumah. Keesokkan harinya, kedua belah tangan si anak bengkak. Pembantu rumah mengadu ke majikannya. "Oleskan obat saja!" jawab bapak si anak.

Pulang dari kerja, dia tidak memperhatikan anak kecil itu yang menghabiskan waktu di kamar pembantu. Si ayah konon mau memberi pelajaran pada anaknya. Tiga hari berlalu, si ayah tidak pernah menjenguk anaknya sementara si ibu juga begitu, meski setiap hari bertanya kepada pembantu rumah. "Dita demam, Bu"...jawab pembantunya ringkas. "Kasih minum panadol aja ," jawab si ibu. Sebelum si ibu masuk kamar tidur dia menjenguk kamar pembantunya. Saat dilihat anaknya Dita dalam pelukan pembantu rumah, dia menutup lagi pintu kamar pembantunya. Masuk hari keempat, pembantu rumah memberitahukan tuannya bahwa suhu badan Dita terlalu panas. "Sore nanti kita bawa ke klinik. Pukul 5.00 sudah siap" kata majikannya itu. Sampai saatnya si anak yang sudah lemah dibawa ke klinik. Dokter mengarahkan agar ia dibawa ke rumah sakit karena keadaannya susah serius. Setelah beberapa hari di rawat inap dokter memanggil bapak dan ibu anak itu. "Tidak ada pilihan.." kata dokter tersebut yang mengusulkan agar kedua tangan anak itu dipotong karena sakitnya sudah terlalu parah dan infeksi akut..."Ini sudah bernanah, demi menyelamatkan nyawanya maka kedua tangannya harus dipotong dari siku ke bawah" kata dokter itu. Si bapak dan ibu bagaikan terkena halilintar mendengar kata-kata itu. Terasa dunia berhenti berputar, tapi apa yg dapat dikatakan lagi.

Si ibu meraung merangkul si anak. Dengan berat hati dan lelehan air mata isterinya, si ayah bergetar tangannya menandatangani surat persetujuan pembedahan. Keluar dari ruang bedah, selepas obat bius yang disuntikkan habis, si anak menangis kesakitan. Dia juga keheranan melihat kedua tangannya berbalut kasa putih. Ditatapnya muka ayah dan ibunya. Kemudian ke wajah pembantu rumah. Dia mengerutkan dahi melihat mereka semua menangis. Dalam siksaan menahan sakit, si anak bersuara dalam linangan air mata. "Ayah.. ibu... Dita tidak akan melakukannya lagi.... Dita tak mau lagi ayah pukul. Dita tak mau jahat lagi... Dita sayang ayah.. sayang ibu.", katanya berulang kali membuatkan si ibu gagal menahan rasa sedihnya. "Dita juga sayang Mbok
Narti.." katanya memandang wajah pembantu rumah, sekaligus membuat wanita itu meraung histeris.

"Ayah.. kembalikan tangan Dita. Untuk apa diambil.. Dita janji tidak akan mengulanginya lagi! Bagaimana caranya Dita mau makan nanti?... Bagaimana Dita mau bermain nanti?... Dita janji tdk akan mencoret2 mobil lagi, " katanya berulang-ulang.

Serasa hancur hati si ibu mendengar kata-kata anaknya. Meraung2 dia sekuat hati namun takdir yang sudah terjadi tiada manusia dapat menahannya. Nasi sudah jadi bubur. Pada akhirnya si anak cantik itu meneruskan hidupnya tanpa kedua tangan dan ia masih belum mengerti mengapa tangannya tetap harus dipotong meski sudah minta maaf…..

Tahun demi tahun kedua orang tua tsb menahan kepedihan dan kehancuran bathin sampai suatu saat Sang Ayah tak kuat lagi menahan kepedihannya dan wafat diiringi tangis penyesalannya yg tak bertepi...,
Namun..., si Anak dengan segala keterbatasan dan kekurangannya tsb tetap hidup tegar bahkan sangat sayang dan selalu merindukan ayahnya..

,,,kesabaran seorang ibu...

Awalnya aku malu mempunyai ibu sepertinya. Warna kulit yang gelap dan wajah yang pas-pasan.
Ibu sangat berbeda dengan ayah, kulit yang putih, tubuh yang gagah dan wajah yang lumayan tampan menurutku.
Aku tak mengerti kenapa ayah memilih ibu sebagai pendamping hidupnya.
Aku tidak menyalahi takdir-Nya, cuman aku heran dengan semua ini.
Ayahku berasal dari kota sedangkan ibu sebagai anak desa yang tidak mempunyai apa-apa.
Pendidikannya pun hanya tamatan Sekolah Dasar saja.
Setiap aku bertanya kepada ayah kenapa dulu memilih ibu, beliau berkata, ?Itu sudah takdir, mungkin ini yang terbaik untuk kita semua.?

Ayah memiliki usaha yang lumayan sukses di kota, setiap seminggu sekali ayah pulang untuk menjenguk kami di desa,
bahkan selalu membelikan apa saja yang kami minta, sehingga kami makin bangga pada beliau. Aku anak ke empat dari
lima bersaudara. Kehidupan keluargaku tergolong paling kaya di desa. Ketika masih banyak rumah yang terbuat dari bilik,
maka rumah kami sudah terbuat dari tembok. Bahkan pertama kali ada televisi, keluarga kamilah pelopor adanya televisi di desa.
Aku masih ingat pertama kali ada di rumahku, semua orang berduyun-duyun kerumah untuk menonton televisi bersama-sama.
Sampai-sampai ayah menyediakan tempat untuk warga yang ingin nonton televisi.
Kemewahan materi tidak selalu identik dengan kebahagiaan. Itulah yang akhirnya aku rasakan.
Ketika itu aku masih SMA, disinilah ketabahan ibu semakin terlihat di mataku.
Bagaimana tidak, ayah menikah lagi dengan seorang gadis yang berasal dari kota.
?Dia sangat cantik dibandingkan denganmu Sum, dia namanya Ayuni?,
kata salah satu pamanku yang ikut bekerja dengan ayah kepada ibu ketika bertanya tentang istri baru ayah.
Secara tidak sengaja aku mendengar perbincangan mereka. Apa yang ibu katakan sangat mengagumkan,
?Dari dulu aku sudah siap jika ini terjadi mas, mungkin ini cobaan supaya aku semakin tabah.?
Tapi waktu itu aku masih tidak terlalu mengerti kenapa ibu berkata seperti itu.
Banyak orang khususnya perempuan di desaku yang tidak ingin dimadu,
bahkan yang lebih ekstrim lagi mereka lebih baik bercerai dari pada harus dimadu walaupun sudah mempunyai anak.

Keluargaku menjadi pembicaraan di desa khususnya di kalangan ibu-ibu.
?Pantas saja Sumiati dimadu, mungkin saja wanita itu lebih cantik dibandingkan dia.
Kalau aku seperti itu, aku langsung minta cerai demi harga diri.?
Hatiku perih mendengar perkataan seperti itu.
Mereka tidak tahu betapa cantik dan baiknya hati ibu Ingin rasanya aku menampar orang yang berkata seperti itu,
namun aku masih punya perasaan. Aku langsung berlari kerumah mencari penyejuk hati dan aku melihat ibu sedang
bersujud diatas sajadahnya...
 
Ayah mulai jarang pulang, yang tadinya seminggu sekali sekarang sebulan bahkan pernah dua bulan tidak pulang.
Tetapi ayah tetap mengirimkan uang untuk kami semua, bahkan jumlahnya lebih dari cukup. Kebanggaan pada
ayah mulai berkurang tapi aku masih tetap menghormatinya. Kekagumanku pada ibu semakin bertambah,
ibu selalu terlihat tabah dalam menghadapi cobaan. Itu terlihat di wajahnya yang teduh.
?Kini aku bangga padamu Bu, aku juga tidak malu lagi mempunyai ibu sepertimu.
Aku ingin perlihatkan pada dunia bahwa engkau adalah ibuku agar semua tahu betapa indahnya akhlakmu,?
batinku berkata. Setiap kali adikku menanyakan tentang ayah, ibu pun menceritakan yang sebenarnya
tanpa menjelekan sedikit pun tentang ayah. Satu lagi poin untuk mengagumimu yaitu kejujuran.

Bulan berganti tahun, kami sudah mulai besar, bahkan kakakku sudah menikah semua, tinggal aku
dan adik yang tinggal bersama ibu. Kerutan di wajah ibu pun sudah mulai terlihat. Kini aku sudah
memasuki bangku kuliah dan berada di semester dua. Aku di terima di perguruan tinggi negeri dan
ambil jurusan manajemen sesuai dengan cita-citaku. Aku tinggal di kota, sebulan sekali pulang ke desa
untuk melepas rinduku pada keluarga. Ibu membuka warung di depan rumah untuk menghidupi kami
karena hampir satu tahun ayah tidak mengirimkan uang. Untuk membantu ibu, aku berjualan pakaian
yang di tawarkan pada teman-teman disamping kesibukan kuliah. Hasilnya pun lumayan untuk meringankan beban ibu.

Ayah terserang stroke dan harus di rawat dirumah sakit sedangkan usahanya kini sudah bangkrut.
Istri mudanya kabur entah kemana bersama anak hasil perkawinannya dengan ayah.
Kini ibu yang selalu berada di samping ayah. Dengan kesabarannya, ibu merawat ayah dengan ikhlas.
ketika ayah membutuhkan sesuatu, ibu selalu siap siaga untuk membantunya.
Tanpa berbicara pun, sudah terlihat ada rasa penyesalan di wajah ayah. Kini ku tahu betapa mulianya hatimu ibu.
Apakah aku sanggup seperti itu?
  Kini aku sudah mempunyai dua anak, Muhammad Fahri dan Zakiya Azzahra namanya.
Aku menikah dengan seorang lelaki yang amat sholeh menurutku.
Dia yang selalu membimbingku dalam segala hal terutama dalam masalah agama.
Dia merupakan figur seorang ayah yang baik untuk anak-anak.
Jika kesabaranku sedang di coba dengan kenakalan anak-anak, maka dia selalu mengingatkan untuk
selalu menahan amarah. Oh ya.. yang sangat mengagumkan, kini aku sudah memakai penutup aurat,
ini juga atas hidayahNya yang sangat tak terhingga selain bimbingan suami.

Aku teringat ketika meminta izin untuk menikah pada orang tua terutama pada ibu.
Bukan berapa gaji calon suamiku yang ditanyakan, tetapi yang pertama kali di tanya
oleh ibu adalah apakah solatnya sudah benar atau belum. Awalnya aku tak mengerti tentang itu.
Ibu menjelaskan bahwa orang yang tidak pernah meninggalkan solat dalam keadaan apapun
itulah yang seharusnya aku cari Insya Allah akhlaknya juga akan baik karena dia merasa Allah selalu mengawasinya.
Pendapat yang tidak pernah aku pikirkan sebelumnya. Jawaban yang sangat luar biasa yang terucap dari
seorang yang hanya tamatan sekolah dasar.

Kenangan-kenangan manis bersamamu akan selalu aku ingat bu. Semoga Allah mengampuni
dosa-dosamu dan meluaskan kuburanmu begitupun dengan ayah. Ibu meninggal seminggu setelah ayah tiada,
ketika itu ibu berada di sampingku. Sebelum meninggal ada pesan yang masih teringat di benakku.
?Jaga adikmu baik-baik, dan yang paling penting jangan pernah kau tinggalkan Allah karena Allah akan meninggalkanmu.?
Sebelum meneruskan kata-katanya, ibu mengucapkan dua kalimah sahadat dan orang yang sangat aku hormati pun
menghembuskan napas terakhirnya?
Ibu telah tiada tetapi jasa-jasanya akan selalu teringat dalam kalbuku. Engkau mengajarkan aku tentang sebuah kesabaran.
Engkau adalah sosok ibu yang terbaik di mataku meski engkau bukan ibu kandungku?

...kehadiranmu,,,

luka yang membekas di hati ini...
mampu kau timbun dengan cinta yang suci...
cinta yang tak pernah ku miliki selama ini...
kedatanganmu mengusir semua kesepian di hati...
apakah arti semua ini?
apakah kau mampu mengobati luka yg teramat pedih di hati ini??
ku harap kau mengerti akan kisah cintaku selama ini....

..kesetiaan cinta . . .

bintang disana memang tak seindah bintang disini...
bulan disana memang tak secantik bulan disini..
namun aku yakin hatimu yang disana sama halnya dengan hatiku yang disini...
karena aku yakin disanalah kamu mampu tuk bertahan demi cinta ini...
cinta kita yang tlah lama bersemi...

..kita bersama,,

bola matamu selalu memancarkan cahaya...
cahaya yang membuat hatiku terpanah...
terpanah karena cinta diantara kita berdua...
meski raga ini terpisah..
namun raut wajahmu tak akan pernah bisa ku lupa....
walau hati ini terasa bimbang karena cinta kita...
tapi aku yakin kita akan terus bersama...
SELAMANYA....